Jumat, 29 April 2011

IAS 38 (Aktiva Tidak Berwujud)

Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) adalah berbasis prinsip Standar, Interpretasi dan Kerangka (1989) diadopsi oleh Dewan Standar Akuntansi Internasional (IASB).
Banyak standar membentuk bagian dari IFRS dikenal dengan nama lama dari Standar Akuntansi Internasional (IAS). IAS were issued between 1973 and 2001 by the Board of the International Accounting Standards Committee (IASC). IAS diterbitkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh Dewan Komite Standar Akuntansi Internasional (IASC). Pada tanggal 1 April 2001, IASB baru mengambil alih dari IASC tanggung jawab untuk menetapkan Standar Akuntansi Internasional. Selama pertemuan pertama Dewan baru diadopsi IAS dan SICs. IASB terus mengembangkan standar memanggil standar IFRS baru.

Adopsi IFRS
IFRS digunakan di banyak bagian dunia, termasuk Uni Eropa , Hong Kong, Australia, Malaysia , Pakistan , negara-negara GCC , Rusia, Afrika Selatan, Singapura dan Turki . Sejak 27 Agustus 2008, lebih dari 113 negara di seluruh dunia, termasuk seluruh Eropa, saat ini membutuhkan atau mengizinkan IFRS pelaporan. Sekitar 85 dari negara-negara memerlukan pelaporan IFRS untuk semua, perusahaan-perusahaan domestik yang terdaftar. Selain itu, AS juga gearing terhadap IFRS. SEC di AS secara perlahan tapi semakin bergeser dari hanya membutuhkan US GAAP ke IFRS menerima dan kemungkinan besar akan menerima standar IFRS dalam jangka panjang.
Hal ini umumnya diharapkan bahwa adopsi IFRS di seluruh dunia akan bermanfaat bagi investor dan pengguna lain laporan keuangan, dengan mengurangi biaya membandingkan investasi alternatif dan meningkatkan kualitas informasi. Perusahaan-perusahaan juga diharapkan dapat memberikan manfaat, karena investor akan lebih bersedia memberikan pembiayaan. Namun, Ray J. Ball telah mengungkapkan beberapa keraguan dari biaya keseluruhan dari standar internasional, ia berpendapat bahwa penegakan standar bisa lemah, dan perbedaan regional dalam akuntansi bisa menjadi dikaburkan balik label. Dia juga menyatakan keprihatinan tentang penekanan nilai wajar IFRS dan pengaruh akuntan dari non- common-hukum daerah, di mana kerugian telah diakui dalam kurang tepat waktu.

Daftar laporan IFRS
IFRS berikut laporan saat ini diterbitkan:
IFRS 1 Pertama kali Adopsi Standar Pelaporan Keuangan Internasional
IFRS 2 Share berbasis Pembayaran
IFRS 3 Penggabungan Usaha
IFRS 4 Asuransi Kontrak
IFRS 5 Aktiva Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan
IFRS 6 Eksplorasi dan Evaluasi Sumber Daya Mineral
IFRS 7 Instrumen Keuangan: Pengungkapan
IFRS 8 Segmen Operasi
IFRS 9 Instrumen Keuangan
IAS 1 : Penyajian Laporan Keuangan.
IAS 2 : Persediaan
IAS 3 : Laporan Keuangan Konsolidasi Awalnya diterbitkan tahun 1976, efektif 1 Jan 1977. Superseded in 1989 by IAS 27 and IAS 28 Digantikan pada tahun 1989 oleh IAS 27 dan IAS 28
IAS 4 : Akuntansi Penyusutan Ditarik pada tahun 1999, digantikan dengan IAS 16, 22, dan 38, yang semuanya diterbitkan atau direvisi pada tahun 1998
IAS 5 : Informasi yang Harus diungkapkan dalam Laporan Keuangan Awalnya diterbitkan Oktober 1976, efektif 1 Januari 1997. Superseded by IAS 1 in 1997 Digantikan oleh IAS 1 tahun 1997
IAS 6 : Tanggapan Akuntansi untuk Mengubah PricesSuperseded oleh IAS 15, yang telah dicairkan Desember 2003
IAS 7 : Laporan Arus Kas
IAS 8 : Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan
IAS 9 : Akuntansi Kegiatan Penelitian dan Pengembangan - digantikan oleh IAS 38 efektif 1.7.99
IAS 10 : Peristiwa Setelah Tanggal Neraca
IAS 11 : Kontrak Konstruksi
IAS 12 : Pajak Penghasilan
IAS 13 : Penyajian Aktiva Lancar dan Kewajiban Lancar - digantikan oleh IAS 1.
IAS 14 : Segmen Pelaporan (digantikan oleh IFRS 8 pada tanggal 1 Januari 2008)
IAS 15 : Informasi Merefleksikan Dampak Harga Mengubah - Desember 2003 Ditarik
IAS 16 : Aktiva Tetap
IAS 17 : Sewa
PSAK 18 : Pendapatan
IAS 19 : Imbalan Kerja
IAS 20 : Akuntansi Hibah Pemerintah dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah
IAS 21 : Pengaruh Perubahan Nilai Tukar
IAS 22 : Penggabungan Usaha - digantikan oleh IFRS 3 efektif tanggal 31 Maret 2004
IAS 23 : Biaya Pinjaman
IAS 24 : Pengungkapan Pihak Terkait
IAS 25 : Akuntansi untuk Investasi - digantikan oleh IAS 39 dan IAS 40 efektif 2001
IAS 26 : Akuntansi dan Pelaporan oleh Benefit Rencana Pensiun
IAS 27 : Laporan Keuangan Konsolidasi
IAS 28 : Investasi pada Perusahaan Asosiasi
IAS 29 : Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hyperinflationary
IAS 30 : Pengungkapan dalam Laporan Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan serupa - digantikan oleh IFRS 7 efektif 2007
IAS 31 : Partisipasi dalam Ventura Bersama
IAS 32 : Instrumen Keuangan: Penyajian (pengungkapan instrumen keuangan dalam IFRS 7 Instrumen Keuangan: Pengungkapan, dan tidak lagi dalam IAS 32)
IAS 33 : Laba Per Saham
IAS 34 : Pelaporan Keuangan Interim
IAS 35 : Penghentian Operasi - digantikan oleh IFRS 5 efektif 2005
IAS 36 : Penurunan Nilai Aktiva
PSAK 37 : Kewajiban Diestimasi , Kewajiban Kontinjensi dan Aset Kontinjensi
IAS 38 : Aktiva Tidak Berwujud
PSAK 39 : Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran
IAS 40 : Properti Investasi
IAS 41 : Pertanian

IAS 38 Aktiva tidak berwujud
Tujuan dari standar ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk tidak berwujud aset yang tidak ditangani secara khusus dalam Standar lain. Standar ini mensyaratkan suatu entitas untuk mengakui aset tidak berwujud jika dan hanya jika, kriteria yang ditentukan terpenuhi. Standar juga menetapkan bagaimana mengukur nilai tercatat aktiva tidak berwujud dan mensyaratkan pengungkapan tertentu tentang aset tidak berwujud. Aset tidak berwujud merupakan aset non-moneter yang dapat diidentifikasi tanpa substansi fisik.

Pengakuan dan pengukuran
Pengakuan item sebagai aset tidak berwujud mengharuskan suatu entitas untuk menunjukkan bahwa item memenuhi:
(A) definisi aset tidak berwujud, dan
(B) kriteria pengakuan.
Persyaratan ini berlaku untuk biaya awalnya untuk memperoleh atau internal menghasilkan aset tidak berwujud dan mereka selanjutnya timbul untuk menambah, mengganti bagian dari, atau jasa itu. Suatu aset memenuhi kriteria identifiability dalam definisi aset tak berwujud apabila itu:
(A) terpisah, yaitu mampu dipisahkan atau dibagi dari entitas dan dijual, ditransfer, lisensi, disewa atau ditukar, baik sendiri maupun bersama-sama dengan kontrak yang bersangkutan, aktiva atau kewajiban, atau
(B) muncul dari lain hukum hak atau kontrak, terlepas dari apakah hak-hak tersebut dipindahtangankan atau dipisahkan dari entitas atau dari hak-hak lain dan kewajiban. Suatu aset berwujud harus diakui jika, dan hanya jika:
(A) besar kemungkinan bahwa masa depan manfaat ekonomi yang diharapkan yang disebabkan oleh aset akan mengalir ke entitas; dan
(B) biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.
Kriteria pengakuan probabilitas selalu dianggap harus puas untuk tidak berwujud. aset yang diperoleh secara terpisah atau dalam kombinasi bisnis. Suatu aset berwujud harus diukur awalnya sebesar harga perolehan. Biaya yang tidak berwujud aktiva yang dibeli secara terpisah terdiri dari:
(A) harga pembelian, termasuk bea impor dan dikembalikan pembelian non-pajak, setelah dikurangi diskon dagang dan rabat, dan
(B) biaya yang timbul langsung menyiapkan aset untuk digunakan.
Sesuai dengan IFRS Bisnis 3 Penggabungan, jika aset tidak berwujud yang diperoleh dalam penggabungan usaha, biaya yang aset tak berwujud nilai wajarnya pada tanggal akuisisi. Hanya keadaan yang mungkin tidak mungkin untuk mengukur andal nilai wajar aset tidak berwujud yang diperoleh dari penggabungan usaha pada saat aset tidak berwujud timbul dari kontrak lain hak-hak atau hukum dan baik:
(A) tidak dapat dipisahkan, atau
(B) terpisah, tetapi tidak ada sejarah atau bukti transaksi pertukaran untuk aset yang serupa, dan sebaliknya memperkirakan nilai wajar atau sama akan tergantung pada beragam variabel.
Internal aktiva tidak berwujud
Internal goodwill yang dihasilkan tidak akan diakui sebagai aset. Tidak ada aset tidak berwujud yang timbul dari riset (atau dari tahap penelitian internal proyek) harus diakui. Pengeluaran untuk riset (atau pada tahap penelitian dari proyek internal) diakui sebagai beban saat terjadinya. Aset tidak berwujud yang timbul dari pengembangan (atau dari tahap pengembangan proyek internal) diakui jika, dan hanya jika, entitas dapat menunjukkan semua berikut:
(A) kelayakan teknis penyelesaian aset tidak berwujud sehingga akan tersedia untuk digunakan atau dijual.
(B) niat untuk menyelesaikan aset tidak berwujud dan menggunakan atau menjualnya.
(C) kemampuan untuk menggunakan atau menjual aset tidak berwujud.
(D) bagaimana aset tidak berwujud akan menghasilkan kemungkinan manfaat ekonomis masa depan. Antara hal-hal lain, entitas tersebut dapat menunjukkan adanya pasar bagi keluaran aset tidak berwujud atau aset tidak berwujud itu sendiri atau, jika itu harus digunakan secara internal, yang kegunaan dari aset tidak berwujud.
(E) ketersediaan sumber daya teknis, keuangan dan lainnya untuk menyelesaikan pengembangan dan menggunakan atau menjual aset tidak berwujud.
(F) kemampuan untuk mengukur secara andal pengeluaran yang terkait dengan aset tidak berwujud selama perkembangannya.
Internal merek, mastheads, judul penerbitan, daftar pelanggan dan item serupa di substansi tidak boleh diakui sebagai aktiva tak berwujud. Biaya perolehan aset tidak berwujud yang dihasilkan secara internal untuk tujuan ayat 24 adalah jumlah pengeluaran yang terjadi sejak tanggal saat aset tidak berwujud pertama memenuhi kriteria pengakuan dalam paragraf 21, 22 dan 57. Ayat 71 melarang pengembalian pengeluaran sebelumnya diakui sebagai beban. Pengeluaran untuk item tak berwujud harus diakui sebagai beban ketika terjadi kecuali:
(A) merupakan bagian dari biaya perolehan aset tidak berwujud yang memenuhi kriteria pengakuan, atau
(B) aset tersebut diperoleh dalam penggabungan usaha dan tidak dapat diakui sebagai aset tidak berwujud. Jika hal ini terjadi, pengeluaran ini (termasuk dalam biaya bisnis kombinasi) harus menjadi bagian dari jumlah yang dikaitkan dengan goodwill pada tanggal akuisisi (lihat IFRS 3 Penggabungan Usaha).

Pengukuran setelah pengakuan
Sebuah entitas harus memilih antara model biaya atau model revaluasi sebagai akuntansinya kebijakan. Jika aset tak berwujud dicatat dengan menggunakan model revaluasi, semua yang lain aset di kelasnya juga harus dicatat dengan menggunakan model yang sama, kecuali tidak ada aktif pasar untuk aset tersebut. Model Biaya: Setelah pengakuan awal, aset tidak berwujud harus dilakukan sebesar biaya perolehan dikurangi apapun akumulasi amortisasi dan akumulasi rugi penurunan nilai. Revaluasi model: Setelah pengakuan awal, aset tidak berwujud harus dilakukan pada nilai penilaian kembali, yang nilai wajarnya pada tanggal revaluasi kurang apapun berikutnya akumulasi amortisasi dan penurunan akumulasi kerugian berikutnya. Untuk tujuan revaluasi oleh Standar ini, nilai wajar akan ditentukan oleh referensi ke pasar aktif. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan seperti itu di tanggal neraca nilai tercatat aktiva tersebut tidak berbeda secara material dari nya nilai wajar. Pasar aktif adalah pasar di mana semua kondisi berikut:
(A) yang diperdagangkan di pasar adalah homogen;
(B) bersedia pembeli dan penjual biasanya dapat ditemukan setiap saat, dan
(C) harga yang tersedia untuk umum.
Jika aset tidak berwujud yang tercatat adalah meningkat akibat revaluasi, yang Peningkatan akan dikreditkan langsung ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun, kenaikan tersebut harus diakui dalam laporan laba rugi apabila besar membalikkan penurunan revaluasi aset yang sama sebelumnya diakui dalam laporan laba rugi. Jika Teman-aset berwujud tercatat menurun sebagai akibat revaluasi, maka penurunan harus diakui dalam laporan laba rugi. Namun, penurunan tersebut harus didebet langsung ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi sejauh kredit apapun saldo surplus revaluasi aset tersebut.

Berguna hidup
Entitas menilai apakah masa manfaat aset tidak berwujud adalah terbatas atau terbatas dan, jika terbatas, panjang, atau jumlah atau mirip unit produksi merupakan, bahwa kehidupan berguna. Suatu aset berwujud harus dianggap oleh entitas sebagai memiliki manfaat tidak terbatas ketika, berdasarkan analisis dari semua yang relevan tidak ada batasan yang akan datang untuk periode dimana aset diharapkan menghasilkan arus kas bersih untuk entitas. hidup yang berguna adalah:
(A) periode dimana aset diharapkan akan tersedia untuk digunakan oleh entitas; atau
(B) jumlah atau mirip unit produksi diharapkan diperoleh dari aset oleh suatu entitas. Masa manfaat aset tidak berwujud yang timbul dari hukum lainnya hak atau kontraktual tidak boleh melebihi periode yang lain hukum hak atau kontrak, tetapi bisa lebih pendek tergantung pada periode dimana entitas mengharapkan untuk menggunakan aset tersebut. Jika lain hukum hak atau kontraktual disampaikan untuk jangka waktu terbatas yang dapat diperbaharui, masa manfaat aset tidak berwujud harus mencakup periode pembaharuan (s) hanya jika ada bukti untuk mendukung pembaharuan oleh entitas tanpa biaya signifikan. Untuk menentukan apakah suatu aset tidak berwujud terganggu, entitas menerapkan IAS 36 Penurunan Nilai Aktiva.

Kamis, 28 April 2011

LEASING (Sewa Guna Usaha)

Pengertian Leasing
Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.
Melalui pembiayaan leasing perusahaan dapat memperoleh barang-barang modal untuk operasional dengan mudah dan cepat. Hal ini sungguh berbeda jika kita mengajukan kredit kepada bank yang memerlukan persyaratan serta jaminan yang besar. Bagi perusahaan yang modalnya kurang atau menengah, dengan melakukan perjanjian leasing akan dapat membantu perusahaan dalam menjalankan roda kegiatannya. Setelah jangka leasing selesai, perusahaan dapat membeli barang modal yang bersangkutan. Perusahaan yang memerlukan sebagian barang modal tertentu dalam suatu proses produksi secara tibatiba,  tetapi tidak mempunyai dana tunai yang cukup, dapat mengadakan perjanjian leasing untuk mengatasinya. Dengan melakukan leasing akan lebih menghemat biaya dalam hal pengeluaran dana dibanding dengan membeli secara tunai.
Di Indonesia leasing baru dikenal melalui surat keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia dengan No.KEP-122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974, dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang perizinan usaha leasing. Sejalan dengan perkembangan waktu dan perekonomian Indonesia permasalahan yang melibatkan leasing semakin banyak dan kompleks. Mulai dari jenis leasing yang paling sederhana sampai yang rumit. Perbedaan jenis leasing menyebabkan perbedaan dalam pengungkapan laporan keuangan, perlakuan pajak dan akibatnya pada pajak penghasilan badan akhir tahun. Capital lease dan operating lease sama-sama dikenakan pajak pertambahan nilai, sedangkan untuk operating lease disamping dikenakan pajak pertambahan nilai juga dikenakan pemotongan pajak penghasilan pasal 23, hal ini karena diperlakukan sebagai sewa menyewa biasa. Biaya-biaya yang berkaitan dengan transaksi lease dianggap sebagai biaya usaha bagi pihak lessee.
 
Munculnya lembaga leasing merupakan alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena saat ini mereka cenderung menggunakan dana rupiah tunai untuk kegiatan operasional perusahaan. Melalui leasing mereka bisa memperoleh dana untuk membiayai pembelian barang-barang modal dengan jangka waktu pengembalian antara tiga tahun hingga lima tahun atau lebih. Disamping hal tersebut di atas para
pengusaha juga memperoleh keuntungan-keuntungan lainnya seperti kemudahan dalam pengurusan, dan adanya hak opsi.
Suatu keuntungan lain jika ditinjau dari laporan keuangan fiskal adalah transaksi capital lease diperhitungkan sebagai operational lease pembayaran lease dianggap sebagai biaya mengurangi pendapatan kena pajak. Tetapi tidak begitu halnya jika ditinjau dari segi komersial.
 
Secara umum leasing artinya Equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengertian leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.
Equipment Leasing Association di London memberikan definisi leasing sebagai berikut: “Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk menyewa sesuatu atas barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak pemilikan barang modal tersebut ada pada lessor sedangkan lessee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan
dalam jangka waktu tertentu”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka pada prinsipnya pengertian leasing terdiri dari beberapa elemen di bawah ini:
1. Pembiayaan perusahaan
2. Penyediaan barang-barang modal
3. Jangka waktu tertentu
4. Pembayaran secara berkala
5. Adanya hak pilih (option right)
6. Adanya nilai sisa yang disepakati bersama
7. Adanya pihak lessor
8. Adanya pihak lessee
 
Pembiayaan melalui leasing merupakan pembiayaan yang sangat sederhana dalam prosedur dan pelaksanaannya dan oleh karena itu leasing yang digunakan sebagai pembayaran alternatif tampak lebih menarik. Sebagai suatu alternatif sumber pembiayaan modal bagi perusahaan-perusahaan, maka leasing didukung oleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1. Fleksibel, artinya struktur kontrak dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan yaitu besarnya pembayaran atau periode lease dapat diatur sedemikian rupa sesuai dengan kondisi perusahaan.
2. Tidak diperlukan jaminan, karena hak kepemilikan sah atas aktiva yang di lease serta pengaturan pembayaran lease sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan oleh aktiva yang dilease sudah merupakan jaminan bagi lease itu sendiri.
3. Capital saving, yaitu tidak menyediakan dana yang besar, maksimum hanya menyediakan down payment yang jumlahnya dalam kebiasaan lease tidak terlalu besar, jadi dalam hal ini bisa dikatakan menjadi suatu penghematan modal bagi lessee, yaitu lessee dapat menggunakan modal yang tersedia untuk keperluan lain. Karena leasing umumnya membiayai 100% barang modal yang dibutuhkan.
4. Cepat dalam pelayanan, artinya secara prosedur leasing lebih sederhana dan relatif lebih cepat dalam realisasi pembiayaan bila dibandingkan dengan kredit investasi bank, jadi tanpa prosedur yang rumit dan hal itu memberikan kemudahan bagi para pengusaha untuk memperoleh mesin-mesin dan peralatan yang mutakhir untuk memungkinkan dibukanya suatu bidang usaha produksi yang baru atau untuk memodernisasi perusahaan.
5. Pembayaran angsuran lease diperlakukan sebagai biaya operasional, artinya pembayaran lease langsung dihitung sebagai biaya dalam penentuan laba rugi perusahaan, jadi pembayarannya dihitung dari pendapatan sebelum pajak, bukan dari laba yang terkena pajak.
6. Sebagai pelindung terhadap inflasi, artinya terhindar dari resiko penurunan nilai uang yang disebabkan oleh inflasi, yaitu lessee sampai kapan pun tetap membayar dengan satuan moneter yang lalu terhadap sisa kewajibannya.
7. Adanya hak opsi bagi lessee pada akhir masa lease.
8. Adanya kepastian hukum, artinya suatu perjanjian leasing tidak dapat dibatalkan dalam keadaan keuangan umum yang sangat sulit, sehingga dalam keadaan keuangan atau moneter yang sesulit apapun perjanjian leasing tetap berlaku.
9. Terkadang leasing merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan aktiva bagi suatu perusahaan, terutama perusahaan ekonomi lemah, untuk dapat memodernisasi pabriknya.
 
Klasifikasi Leasing
1. Capital Lease
Perusahaan leasing pada jenis ini berlaku sebagai suatu lembaga keuangan. Lessee yang akan membutuhkan suatu barang modal menentukan sendiri jenis serta spesifikasi dari barang yang dibutuhkan. Lessee juga mengadakan negoisasi langsung dengan supplier mengenai harga, syarat-syarat perawatan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan pengoperasian barang tersebut.
Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atas jasa pengguanaan barang tersebut lessee akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang berupa rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama.
Jumlah rental ini secara keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah faktor bunga serta keuntungan pihak lessor. Selanjutnya capital atau finance lease masih bisa dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Direct finance lease
Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumnya belum pernah memiliki barang yang dijadikan objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang atas permintaan lessee dan akan dipergunakan oleh lessee.
b. Sale and lease back
Sesuai dengan namanya, dalam transaksi ini lessee menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan suatu kontrak leasing antara lessee dengan lessor. Dengan memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan dengan direct finance lease. Di sini lessee memerlukan cash yang bisa dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem sale and lease back memungkinkan lessor memberikan dana untuk keperluan apa saja kepada kliennya dan tentu saja dana yang dibutuhkan sesuai dengan nilai objek barang lease.
2. Operating Lease
Pada operating lease, lessor membeli barang dan kemudian menyewakan kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Dalam praktik lessee membayar rental yang besarnya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor.
Di dalam menentukan besarnya pembayaran lease, lessor tidak memperhitungkan biaya-biaya tersebut karena setelah masa lease berakhir diharapkan harga barang tersebut masih cukup tinggi. Di sini jelas tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak opsi bagi lessee.
3. Sales type lease (Lease Penjualan)
Lease penjualan biasanya dilakukan oleh perusahaan industri yang menjual lease barang hasil produksinya. Dalam kontrak penjualan lease diakui dua macam pendapatan yaitu pendapatan penjualan barang dan pendapatan bunga atas jasa pembelanjaan selama jangka waktu lease.
4. Leverage Lease
Pada leasing ini dilibatkan pihak ketiga yang disebut credit provider. Lessor tidak membiayai objek leasing hingga sebesar 100% dari harga barang melainkan hanya antara 20% hingga 40%. Kemudian sisa dari harga barang tersebut akan dibiayai oleh credit provider.
5. Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lessee terletak pada dua negara yang berbeda.
Barang-barang atau peralatan yang ditransaksikan dalam cross border lease meliputi nilai jutaan dollar Amerika Serikat. Seperti Pesawat terbang bermesin jet dari Pabrikan Boeing dan Airbus.
 
Prosedur Mekanisme Leasing
Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Lessee bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
2. Setelah lessee mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai dokumen lengkap.
3. Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lessee (lama kontrak pembayaran sewa lease), setelah ini maka kontrak lease dapat ditandatangani.
4. Pada saat yang sama, lessee dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease dangan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama.
Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan
supplier peralatan tersebut.
6. Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lessee. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian purna jual.
7. Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada suppplier.
8. Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor.
9. Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
10. Lessee membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak lease.
 
Aspek perpajakan yang berkaitan dengan leasing.
1. Pajak Penghasilan (PPh)
Berdasarkan Undang-undang no 17 tahun 2000 dan surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1169/KMK.01/1991 Pasal 16 ayat 2 menyatakan: “Lessee tidak memotong pajak penghasilan pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi”. Dalam pasal tersebut dengan jelas menyatakan bahwa angsuran-angsuran atau pembayaran yang diterima lessor dari lessee untuk jenis transaksi finance lease tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan.
Pasal 17 ayat 2 menyatakan:
a. Pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
b. Lessee wajib memotong pajak penghasilan pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.
Pasal 17 ayat 2a mengatur tentang perlakuan pembayaran leasing oleh lessee. Di sini dijelaskan bahwa pembayaran leasing dari lessee kepada lessor untuk transaksi operational lease diperlukan pemotongan pajak penghasilan pasal 23 karena menurut pajak diperlakukan sebagi sewa-menyewa biasa.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
a. Perlakuan PPN atas transaksi capital lease:
1) Berdasarkan ketentuan pasal 13 Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 1994 huruf d dan e, Pengumuman Direktur Jenderal Pajak No. Peng- 139/PJ.63/1989 dan Pasal 1 angka 4 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep05/PJ/1994, penyerahan jasa dalam transaksi capital lease dari lessor kepada lessee adalah penyerahan jasa yang terutang PPN, karena lessor sebagai perusahaan jasa persewaan barang dengan demikian adalah pengusaha kena pajak.
2) Pengalihan barang dalam transaksi operating lease bukan merupakan penyerahan barang kena pajak karena pengalihan barang tersebut adalah dalam rangka persewaan biasa.
3) Besarnya PPN yang terutang adalah 10% dari Nilai Penggantian.
4) PPN sebagaimana dimaksud dalam angka 3) merupakan PPN Keluaran bagi lessor dan merupakan PPN Masukan bagi lessee dalam hal lessee adalah Pengusaha Kena Pajak. PPN yang dibayar atas perolehan barang kena pajak (BKP) yang dilease merupakan PPN Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan PPN Pajak Keluaran lessor.
b. Dalam hal transaksi sale and lease back tanpa hak opsi, PPN masukan atas perolehan barang tidak boleh dikreditkan oleh lessee. Dalam hal lessee kemudian melease kembali barang tersebut, maka lessor harus mengenakan PPN yang terutang atas jasa persewaan barang yang dilakukan.
 
Lease : Suatu kontrak sewa atas penggunaan harta untuk suatu periode tertentu dengan sewa tertentu.
Lessee : Pemakai aktiva yang akan di lease. Perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak perusahaan leasing.
Lessor : Pemilik dari aktiva yang akan di lease.
Lease term: Jangka waktu lease yang tetap dan tidak dapat dibatalkan, termasuk:
a. Periode yang mencakup hak opsi untuk memperbarui kontrak leasing.
b. Periode yang mencakup digunakannya hak opsi untuk membeli aktiva yang dilease.
c. Periode dimana lessor mempunyai hak untuk memperbarui atau memperpanjang masa lease.
d. Periode dimana denda dikenakan bagi lessee atas kegagalannya untuk memperbarui lease dan jumlah denda tersebut dijamin pada permulaan lease.
e. Periode yang mencakup hak opsi pembaruan yang biasa yaitu diberikan jaminan oleh lessee atas utang lessor yang mungkin terjadi.
Residual Value: Nilai leased asset yang diperkirakan dapat direalisasi pada akhir periode sewa.
Security Deposit (SD): Jaminan kas yang diminta lessor dari sewa lessee untuk menjamin pembayaran sewa atau kewajiban sewa lainnya.

Senin, 25 April 2011

Pengertian Akuntansi Internasional , Konvergensi dan Harmonisasi

Pengertian Akuntansi Internasional
definisi akuntansi internasional
ialah sebagai akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan prinsip-prinsip
akuntansi di negara-negara yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di
seluruh dunia.

Suatu perusahaan mulai terlibat dengan akuntansi internasional adalah pada
saat mendapatkan kesempatan melakukan transaksi ekspor atau impor. Ekspor
diartikan sebagai penjualan ke luar negeri dan dimulai saat perusahaan penjual
domestik mendapatkan order pembelian dari perusahaan pembeli asing. Kesulitan-
kesulitan mulai timbul pada saat perusahaan domestik ingin melakukan investigasi
terhadap kelayakan perusahaan pembeli asing. Jika pembeli diminta untuk
memberikan informasi finansial berkaitan dengan perusahaannya, ada
kemungkinan bahwa informasi finansial tersebut tidak mudah diinterpretasikan,
mengingat adanya asumsi-asumsi akuntansi dan prosedur akuntansi yang tidak
lazim di perusahaan penjual. Sebagian besar perusahaan yang baru terjun di bisnis
internasional bisa meminta bantuan kepada bank atau kantor akuntan dengan
keahlian internasional untuk menganalisis dan mengintepretasikan informasi
finansial tersebut.

Hal lain yang harus diantisipasi adalah jika pembeli membayar dalam mata
uang asing. Misalnya, sebuah perusahaan di Indonesia melakukan ekspor hasil
produksinya kepada perusahaan di Amerika Serikat, dan pembeli membayar dalam
dollar Amerika Serikat. Perusahaan domestik harus mengantisipasi adanya rugi
atau untung potensial yang mungkin timbul karena perubahan nilai tukar antara
saat order pembelian dicatat dengan saat pembayaran diterima.

Pelaksanaan ekspor melibatkan banyak pihak seperti perusahaan pengiriman,
asuransi, bea cukai serta dokumen-dokumen penunjang lainnya yang disyaratkan
luas di seluruh dunia. Dalam hal ini tentunya juga perlu adanya antisipasi atas
segala biaya yang pada umumnya melibatkan pemakaian mata uang yang berbeda.

Untuk impor, kondisi-kondisi di atas sebaliknya akan ditemui oleh perusahaan
penjual asing. Kondisi yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan pembeli
domestik adalah nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing yang
disepakati sebagai denominasi pembayaran. Termasuk di dalamnya adalah
pembayaran kepada forwarder dan perusahaan pengiriman jika impor dilakukan
dengan syarat free on board.

Keterlibatan perusahaan dalam akuntansi internasional juga tidak dapat
dihindarkan saat perusahaan membuka operasi di luar negeri, baik yang hanya
berupa pemberian lisensi produksi terhadap perusahaan milik pihak lain di luar
negeri maupun pendirian anak perusahaan di luar negeri. Dalam hal pemberian
lisensi, perusahaan perlu mengembangkan sistem akuntansi yang memungkinkan
pemberi lisensi untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian kerja,
pembayaran royalty dan bimbingan teknis serta pencatatan pendapatan dari luar
negeri dalam kaitannya dengan pajak yang harus dibayar perusahaan.

Akuntansi untuk operasi anak perusahaan di luar negeri harus sesuai dengan
aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah dan institusi yang berwenang di
negara yang bersangkutan, yang berbeda dengan aturan-aturan di negara induk
perusahaan. Selain itu harus dibuat juga sistem informasi manajemen untuk
memonitor, mengawasi dan mengevaluasi operasi anak perusahaan serta membuat
sistem untuk melakukan konsolidasi hasil operasi perusahaan induk dan anak.

Akuntansi internasional menjadi semakin penting dengan banyaknya
perusahaan multinasional (multinational corporation) atau MNC yang beroperasi di
berbagai negara di bidang produksi, pengembangan produk, pemasaran dan
distribusi. Di samping itu pasar modal juga tumbuh pesat yang ditunjang dengan
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi sehingga memungkinkan transaksi di
pasar modal internasional berlangsung secara real time basis.



IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC). Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id)


Konverjensi ke IFRS di Indonesia

Indonesia saat ini belum mewajibkan bagi perusahaan- perusahaan di Indonesia menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan lokal. Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan Dewan SAK merencanakan tahun 2012 akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS. Dari data-data di atas kebutuhan Indonesia untuk turut serta melakukan program konverjensi tampaknya sudah menjadi keharusan jika kita tidak ingin tertinggal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) tidak dapat terlepas dari perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional yang dilakukan oleh International Accounting Standards Board (IASB). Standar akuntansi keuangan nasional saat ini sedang dalam proses secara bertahap menuju konverjensi secara penuh dengan internasional financial reporting standard yang dikeluarkan oleh IASB.

Harmonisasi Standar Akuntansi

Harmonisasi standar akuntansi diartikan sebagai meminimumkanadanya perbedaan standar akuntansi di berbagai negara (Iqbal 1997:35).H armonisasi juga bisa diartikan sebagai sekelompok negara yang menyepakati suatu standar akuntansi yang mirip, namun mengharuskan adanya pelaksanaan yang tidak mengikuti standar harus diungkapkan dan direkonsiliasi dengan standar yang disepakati bersama. Lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi standar akuntansi ini antara lain adalah IASC (International Accounting Standard Committee), Perserikatan Bangsa-Bangsa dan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Beberapa pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah perusahaan-perusahaan multinasional, kantor akuntan internasional,organisasi perdagangan, serta IOSCO (International Organization of SecuritiesCommissions). IASC didirikan pada tahun 1973 dan beranggotakan anggota organisasi profesi akuntan dari sepuluh negara. Di tahun 1999, keanggotaan IASC terdiri dari 134 organisasi profesi akuntan dari 104 negara, termasuk Indonesia. Tujuan IASC adalah (1) merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas di seluruh dunia, serta (2) bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan. Beberapa negara seperti Singapura, Zimbabwe dan Kuwait malah mengadopsi International Accounting Standard sebagai standar akuntansi negara mereka. IASC memiliki kelompok konsultatif yang disebut IASC Consultative Group yang terdiri dari pihak-pihak yang mewakili para pengguna laporan keuangan, pembuat laporan keuangan, lembaga-lembaga pembuat standar, dan pengamat dari organisasi antar-pemerintah. Kelompok ini bertemu secara teratur untuk membicarakan kebijakan, prinsip dan hal-hal yang berkaitan dengan peranan IASC.